Prinsip Pembuatan Biogas
Prinsip pembuatan biogas adalahÿ adanya dekomposisi
bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan
gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah
terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas.
Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah
mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi
adalah 30-55øC, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan
bahan organik secara optimal
Membangun Instalasi Biogas
Bangunan utama dari instalasi biogas adalah
Digester yang berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan
organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous
feeding dimana pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap
hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan
dan banyaknyaÿ biogas yang diinginkan. Lahanÿ yang diperlukan sekitar 16 m2.
Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu
kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa prolon.
Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan
kandang sehingga kotoran ternak dapat langsung disalurkan kedalam digester.
Disamping digester harus dibangun juga penampung sludge (lumpur) dimana slugde
tersebut nantinya dapat dipisahkan dan dijadikan pupuk organik padat dan pupuk
organik cair.
Setelah pengerjaan digester selesai maka mulai dilakukan proses pembuatan
biogas dengan langkah langkah sebagai berikut:
1. Mencampur kotoran sapi dengan air sampai terbentuk lumpur dengan
perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan mempermudah
pemasukan kedalam digester
2. Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada
pengisian pertama kran gas yang ada diatas digester dibuka agar pemasukan lebih
mudah dan udara yang ada didalam digester terdesak keluar. Pada pengisian
pertama ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak sampai
digester penuh.
3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter
dan isi rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk
kapasitas digester 3,5 - 5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas
ditutup supaya terjadi proses fermentasi.
4. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena
yang terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari
ke-14 baru terbentuk gas metan (CH4) dan CO2 mulai
menurun. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka biogas
akan menyala.
5. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api
pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa
menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau
seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi
secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal
Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas selain
menghasilkan gas metan untuk memasak juga mengurangi pencemaran lingkungan,
menghasilkan pupuk organik padat dan pupuk organik cair dan yang lebih penting
lagi adalah mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak
bumi yang tidak bisa diperbaharui.
Gas methan terbentuk
karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri methan
atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi
sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik (biomassa) sehingga
terbentuk gas methan (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas. Sebetulnya di
tempat-tempat tertentu proses ini terjadi secara alamiah sebagaimana peristiwa
ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan
sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, (Kompas, 17
Maret 2005). Gas methan sama dengan
gas elpiji (liquidified petroleum gas/LPG), perbedaannya adalah gas methan mempunyai satu atom C, sedangkan
elpiji lebih banyak.
Kebudayaan Mesir,
China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas alam ini yang dibakar
untuk menghasilkan panas. Namun, orang pertama yang mengaitkan gas bakar ini
dengan proses pembusukan bahan sayuran adalah Alessandro
Volta (1776), sedangkan Willam Henry pada tahun 1806 mengidentifikasikan gas yang dapat
terbakar tersebut sebagai methan. Becham (1868),
murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882), memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan methan.
Pada akhir abad ke-19
ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman dan Perancis melakukan
riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit pembangkit biogas
dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama Perang Dunia II banyak petani di
Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas
yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan
mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan.
Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan
selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan
semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900.
(FAO, The Development and Use of Biogas Technology in Rural Asia, 1981).
Negara berkembang
lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Niugini, telah
melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit gas bio dengan
prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan bagian-bagian
pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan bahan baku dan
pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran gas bio
yang terbentuk.
Keuntungan teknologi
ini dibanding sumber energi alternatif yang lain adalah: Menghasilkan gas yang
dapat digunakan untuk kebutuhan sehari‑hari. Kotoran yang telah digunakan untuk
menghasilkan gas dapat digunakan sebagal pupuk organik yang sangat baik. Dapat
mengurangi kadar bakteri patogen yang terdapat dalam kotoran yang dapat
menyebabkan penyakit bila kotoran hewan atau sampah tersebut ditimbun begitu
saja.
Yang paling utama yaitu
bisa mengurangi permasalahan penanggulangan sampah atau kotoran hewan menjadi
sesuatu yang bermanfaat. Dengan teknologi tertentu, gas methan dapat
dipergunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik,
menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas
methan dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan
kompor gas sebagaimana halnya elpiji.
Proses
dekomposisi anaerobik
1.
Proses Asidifikasi (proses pengasaman)
Proses
asidifikasi teradi karena kehadiran bakteri pembentuk asam yang disebut dengan
bakteri asetogenik. Bakteri ini akan memecah struktur organik kompleks menjadi
asam‑asam volatil (struktur kecil). Protein dipecah menjadi asam‑asam amino.
Karbohidrat dipecah menjadi gula dengan struktur yang sederhana. Lemak dipecah
menjadi asam yang berantai panjang. Hasil dari pemecahan ini akan dipecah lebih
jauh menjadi asam‑asarn volaid. Bakteri asetogenik juga dapat melepaskan gas
hidrogen dan gas karbondioksida.
2.
Proses Produksi Metan
Bakteri
pembentuk metan (bakteri metanogenik) menggunakan asam yang terbentuk darl
proses asidifikasi. Selain itu juga terdapat bakteri yang dapat membentuk gas
metan dari gas hidrogen dan karbondioksida yang dihasilkan dari proses pertama.
Ada
tiga kelompok dari bakteri dan Arkhaebakteria yang berperan dalam proses
pembentukan biogas, yaitu:
1.
Kelompok bakteri fermentatif: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis
Enterobactericeae
2.
Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio
3.
Kelompok Arkhaebakteria dan bakteri metanogen: Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan
Methanococcus.
Faktor‑faktor
yang Mempengaruhi Terbentuknya Biogas
1 Pengaruh
pH dan Alkalinitas
Alkalinitas adalah
besaran yang menunjukkan jumlah karbonat dalam larutan. Keasaman diindikasikan
oleh besaran pH. Keasaman sangat berpengaruh terhadap proses dekomposisi
anaerobik, karena bakteri yang terlibat dalam proses ini hanya dapat bertahan
hidup pada interval pH 6,5‑8. Asam yang dihasilkan oleh bakteri asetogenik digunakan
oleh bakteri metanogenik dan pada akhirnya pH akan konstan. Secara natural
tidak akan terjadi perubahan pH dalarn interval yang besar. Perubahan pH yang
besar dapat terjadi karena perubahan dari lingkungan.
2 Pengaruh Temperatur
Bakteri anaerob sangat
sensitif terhadap perubahan temperatur. Temperatur optimum untuk terjadinya
proses dekomposisi anaerobik adalah sekitar 35oC. Bila temperatur terlalu
rendah aktivitas bakteri akan menurun dan mengakibatkan produksi biogas akan
menurun. Di lain pihak bila temperatur terlalu tinggi bakteri akan mati dan
mengakibatkan produksi biogas akan terhenti.
3 Reaktor Biogas
Reaktor biogas
(digester anaerob) adalah sebuah tempat yang kondisinya dijaga sedenilkian rupa
sehingga proses dekomposisi dapat berjalan dengan optimum. Parameter
keoptimuman dari proses ini adalah produksi biogas yang tinggi dengan waktu
reterisi yang tidak terlalu larna.
Gas yang dibutuhkan
untuk memasak 1 liter air adalah sekitar 26 liter, jadi sekitar 200 liter gas
perhari dibutuhkan untuk kebutuhan sehari‑hari rumah tangga. Bila gas ini
mengandung 60% gas metan kita mernbutuhkan sekitar 120 liter metan per hari
dengan kandungan energi sebesar 39MJ/m3.
Satu kilogram padatan
diolah (bagian darl kotoran hewan atau sampah yang dapat terdegradasi)
memproduksi 0,5 m3 metan, tetapi hanya setengah dari padatan tersebut yang akan terdekomposisi.
Hal ini berarti kita harus menambahkan
sekitar 0,5 kg padatan volatil per hari untuk dapat menghasilkan 120 liter gas metan.
Digester merupakan
sebuah reaktor yang dirancang sedemikian rupa sehingga kondisi didalamnya
menjadi anaerobic, sehingga bisa memungkinkan proses dekomposisi anaerobic bisa
terjadi. Kotoran harus ditampung dalam digester selama proses dekomposisi
berlangsung atau dengan kata lain sampai kotoran tersebut menghasilkan biogas.
Proses dekomposisi oleh bakteri anaerobik sangat dipengaruhi oleh ternperatur.
Biogas sebagian besar
mengandung gs metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dan beberapa kandungan
yang jumlahnya kecil diantaranya hydrogen sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) serta
hydrogen dan (H2), nitrogen yang kandungannya sangat kecil.
Energi yang terkandung
dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan
metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan
sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai kalor. Kualitas
biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa parameter yaitu :
Menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan air dan karbon dioksida (CO2).
Hidrogen sulphur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila biogas
mengandung senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang berbahaya sehingga
konsentrasi yang di ijinkan maksimal 5 ppm. Bila gas dibakar maka hidrogen
sulphur akan lebih berbahaya karena akan membentuk senyawa baru bersama-sama
oksigen, yaitu sulphur dioksida /sulphur trioksida (SO2 / SO3). senyawa ini
lebih beracun. Pada saat yang sama akan membentuk Sulphur acid (H2SO3) suatu
senyawa yang lebih korosif.
Parameter yang kedua
adalah menghilangkan kandungan karbon dioksida yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar
kendaraan. Kandungan air dalam biogas akan menurunkan titik penyalaan biogas serta
dapat menimbukan korosif.
Ada beberapa jenis
reactor biogas yang dikembangkan diantaranya adalah reactor jenis kubah tetap
(Fixed-dome), reactor terapung (Floating drum), raktor jenis balon, jenis
horizontal, jenis lubang tanah, jenis ferrocement. Dari keenam jenis digester
biogas yang sering digunakan adalah jenis kubah tetap (Fixed-dome) dan jenis
Drum mengambang (Floating drum). Beberapa tahun terakhi ini dikembangkan jenis
reactor balon yang banyak digunakan sebagai reactor sedehana dalam skala kecil.
1.
Reaktor kubah tetap (Fixed-dome)
Reaktor ini disebut juga reaktor
china. Dinamakan demikian karena reaktor ini dibuat pertama kali di chini
sekitar tahun 1930 an, kemudian sejak saat itu reaktor ini berkembang dengan
berbagai model. Pada reaktor ini memiliki dua bagian yaitu digester sebagai
tempat pencerna material biogas dan sebagai rumah bagi bakteri,baik bakteri
pembentuk asam ataupun bakteri pembentu gas metana. bagian ini dapat dibuat
dengan kedalaman tertentu menggunakan batu, batu bata atau beton. Strukturnya
harus kuat karna menahan gas aga tidak terjadi kebocoran. Bagian yang kedua
adalah kubah tetap (fixed-dome). Dinamakan kubah tetap karena bentunknya
menyerupai kubah dan bagian ini merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak
(fixed). Gas yang dihasilkan dari material organik pada digester akan mengalir
dan disimpan di bagian kubah.
Keuntungan dari reaktor
ini adalah biaya konstruksi lebih murah daripada menggunaka reaktor terapung,
karena tidak memiliki bagian yang bergerak menggunakan besi yang tentunya
harganya relatif lebih mahal dan perawatannya lebih mudah. Sedangkan kerugian
dari reaktor ini adalah seringnya terjadi kehilangan gas pada bagian kubah karena
konstruksi tetapnya.
2.
Reaktor
floating drum
Reaktor jenis terapung pertama kali
dikembangkan di india pada tahun 1937 sehingga dinamakan dengan reaktor India.
Memiliki bagian digester yang sama dengan reaktor kubah, perbedaannya terletak
pada bagian penampung gas menggunakan peralatan bergerak menggunakan drum. Drum
ini dapat bergerak naik turun yang berfungsi untuk menyimpan gas hasil
fermentasi dalam digester. Pergerakan drum mengapung pada cairan dan tergantung
dari jumlah gas yang dihasilkan.
Keuntungan
dari reaktor ini adalah dapat melihat secara langsung volume gas yang tersimpan
pada drum karena pergerakannya. Karena tempat penyimpanan yang terapung
sehingga tekanan gas konstan. Sedangkan kerugiannya adalah biaya material
konstruksi dari drum lebih mahal. faktor korosi pada drum juga menjadi masalah
sehingga bagian pengumpul gas pada reaktor ini memiliki umur yang lebih pendek
dibandingkan menggunakan tipe kubah tetap.