Wednesday, July 29, 2015

KARYA TULIS ILMIAH PEMANFAATAN SAMPAH SEBAGAI PUPUK KOMPOS








KARYA TULIS ILMIAH
PEMANFAATAN SAMPAH SEBAGAI PUPUK KOMPOS



 




















Disusun Oleh:
DIAH INDRAWATI N.



SMA NEGERI 3 BANGKALAN
TAHUN PELAJARAN 2011-2012
 


KARYA TULIS ILMIAH
PEMANFATAN SAMPAH
SEBAGAI PUPUK KOMPOS




Disusun Oleh:
DIAH INDRAWATI N.

SMA NEGERI 3 BANGKALAN
TAHUN PELAJARAN 2011-2012

PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “PEMANFAATAN SAMPAH SEBAGAI PUPUK KOMPOS” telah disetujui untuk disahkan.

Mengetahui
Guru Pembina


Sri Ernawati, S.Pd
Penulis


Diah Indrawati N.




Kepala SMAN 3 Bangkalan




Drs. H. Abu Husnul Harkan, MM
NIP.195708071986031014








PERSEMBAHAN
Setelah melalui penerapan proses pengerjaan dan pengesahan Kaya Tulis Ilmiah yang berjudul “PEMANFAATAN SAMPAH SEBAGAI PUPUK KOMPOS” dapat terselesaikan dengan baik .
Keberhasilan penulis ini juga tidak terlepas dari bantuan bimbingan pihak yang telah memberi dukungan dan motifasi baik secara langsung maupu tidak langsung. Ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada :
a.       Allah SWT yang telah member nikmat dan karunianya berupa kesehatan dan ilmu yang bermanfaat.
b.      Kepada orang tua yang memberi dukungan.
c.       Guru pembimbing yang senantiasa memberi kritik kepada penulis yang membangun  penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis ilmiah ini.
Demikian persembahan ini, walau dalam penyusunan ini banyak halangan yang melibatkan semua pihak penulis berharap agar pihak-pihak yang membantu penulis tidak merasa menyesal.










KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan bimbingan-Nya akhirnya kami dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “PEMANFAATAN SAMPAH SEBAGAI PUPUK KOMPOS”.
Karya Kulis Ilmiah ini disusun dengan maksud untuk menambah  dan memberi pengetahuan tentang pembuatan pupuk kompos. Dengan terselesainya karya tulis ini tak lupa kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua yang  ikut serta dalam pembuatan karya tulis  ini dan membantu penyelesaiannya.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan memberi wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun karya tulis ini memiliki kekurangan penyusun mohon kritik dan sarannya demi kesempurnaan karya tulis ini di masa mendatang.






Bangkalan,  Juni 2012

Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………… ii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR ……………………………………….............................  iv
DAFTAR ISI……………………………………………….……………………..v

BAB I  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………...……....................    1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………..................................    2
1.3 Tujuan …………………………………….............................................   2
1.4 Manfaat ……………………………......................................................    2

BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pupuk Kompos...................................................................................    3
2.2 Manfaat Pupuk Kompos.....................................................................    4
2.3Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses pengomposan ……………    5
2.4 Tahapan Pengomposan.......................................................................    8

BAB III METODE PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian...................................................................................   11
3.2 VariabelPenelitian.............................................................................   11
3.3 Alat dan Bahan.................................................................................    11
3.4 Langkah Kerja............................................................................. .…   12

BAB IV HASIL PENELITIAN DANPEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian................................................................................    13
4.2 Analisis Penelitian…………………………………………………    13
4.3 Pembahasan.....................................................................................     13

BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ………………………....................................................     21
5.2 Saran …………………................................................................        21

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….        22



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Di perkembangan saat ini, aktivitas manusia selalu meninggalkan sisa yang dianggap sudah tidak berguna lagi atau barang buangan yang disebut sampah. Mulai dari sampah rumah tangga, pasar, limbah pabrik atau sisa-sisa kegiatan produksi dalam industri. Sampah menjadi masalah penting yang perlu ditangani sebab jumlah sampah yang semakin banyak seiring dengan banyaknya limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia menjadi sumber penyakit jika terus menerus menumpuk tanpa adanya upaya untuk mengurangi jumlah sampah tersebut. Bukan hanya berdampak pada kesehatan saja namun juga mengenai berbagai sisi kehidupan.
Sampah secara sederhana digolongkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Melihat kawasan SMA Negeri 3 Bangkalan yang banyak ditumbuhi oleh banyak pepohonan sehingga jumlah sampah organik menjadi sangat melimpah. Oleh karena itu sebagai siswa dari SMA Negeri 3 Bangkalan Kami merasa bertanggung jawab atas hal tersebut. Sehingga kami berupaya mencari solusi yakni dengan memanfaatkan sampah dedaunan tersebut sebagai pupuk kompos. Dengan melakukan hal tersebut kami berharap dapat berdampak pada pengurangan jumlah sampah yang ada.
Manusia sebagai pengelola lingkungan seharusnya memperhatikan hal tersebut dan mengupayakan suatu cara untuk mengelola sampah yang tidak memiliki nilai fungsi lagi menjadi suatu barang yang dapat dimanfaatkan kembali. Jadi upaya pemanfaatan sampah untuk kompos ini merupakan hal yang cukup efektif  karena selain untuk mengurangi jumlah sampah yang ada tetapi juga untuk meningkatkan kesuburan tanah dan produkrivitas tanaman terutama di bidang pertanian.
Dengan demikian maka perlu dilakukan suatu penelitian dan pengamatan untuk menerapkan upaya pengurangan sampah dengan membuat pupuk kompos serta karya tulis yang bisa dijadikan petunjuk dalam mempraktikkannya. Penelitian ini dilakukan demi terciptanya generasi yang peduli lingkungan yang berupaya mengelola lingkungan sebaik mungkin.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas kami mengajukan permasalahan sebagai berikut:
  1. Faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi proses pengomposan sampah?
  2. Bagaimana peranan sampah dapat digunakan sebagai pupuk kompos pada lingkungan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan kami melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi proses pengomposan sampah
  2. Mengetahui peranan sampah yang dapat digunakan sebagai pupuk kompos pada lingkungan

1.4 Manfaat
Penelitian yang kami lakukan ini kami harap akan bermanfaat untuk:
  1. Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi proses pengomposan sampah
  2. Memberikan pengetahuan tentang pemanfaatan sampah sebagai pupuk kompos

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pupuk Kompos
Pupuk kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik..
Bahan baku pengomposan adalah semua material yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.
Asal
Bahan
1. Pertanian

Limbah dan residu tanaman
Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa
Limbah & residu ternak
Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas
Tanaman air
Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri

Limbah padat
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan
Limbah cair
Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
3. Limbah rumah tangga

Sampah
Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota

2.2 Manfaat Pupuk Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
  1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
  2. Mengurangi volume/ukuran limbah
  3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
  1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
  2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
  1. Meningkatkan kesuburan tanah
  2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
  3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
  4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
  5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
  6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
  7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
  8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).

2.3 Faktor-faktor  yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
  • Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
  • Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
  • Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
  • Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
  • Kelembapan (Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
  • Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
  • pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

2.4 Tahapan Pengomposan
  1. Pemilahan Sampah
    • Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
  2. Pengecil Ukuran
    • Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
  3. Penyusunan Tumpukan
    • Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
    • Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
    • Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
  4. Pembalikan
    • Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
  5. Penyiraman
    • Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembapan kurang dari 50%).
    • Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
    • Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
  6. Pematangan
    • Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
    • Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
  7. Penyaringan
    • Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
    • Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
  8. Pengemasan dan Penyimpanan
    • Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
    • Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.

 
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang kami lakukan adalah eksperimen atau percobaan. Penelitian ini mengidentikkan pada praktik untuk memanfaatkan sampah dan melibatkan beberapa percobaan untuk membuat pupuk.

3.2 Variabel Penelitian
Penelitian yang kami lakukan ini sifatnya terikat dan melibatkan beberapa variabel penelitian sebagai berikut:
·         Variabel bebas
Jumlah sampah daun yang digunakan, jumlah kotoran hewan, jumlah bekatul
·         Variabel terikat
Waktu pematangan pupuk kompos
·         Variabel kontrol
EM4, gula, air, suhu, kelembapan

3.3 Alat dan Bahan
1.      Sampah daun yang sudah digiling
2.      Kotoran hewan
3.      Bekatul
4.      EM4
5.      Gula
6.      Air
7.      Timbangan
8.      Karung beras ukuran 25 kg
9.      Tali Rafia

3.4 Langkah Kerja
1.      Siapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan pupuk kompos
2.      Daun atau sampah pasar dipotong kecil-kecil (digiling), ditimbang 10 kg.
3.      Tuangkan satu tutup botol EM4 dan 1 sendok makan gulayang sudah dilarutkan dalam air ke daun tadi
4.      Campurkan sambil diaduk agar EM4 dan gula tercampur merata di dalam daun
5.      Tambahkan kotoran hewan dan bekatul. Sambil ditambah air dengan jumlah yang relatif hingga berjumlah 5-10 tetes ketika dicoba untuk diperas. Hal itu menandakan bahwa jumlah air telah cukup.
6.      Setelah tercampur semua letakkan pupik ke dalam karung beras dengan tinggi sekitar setengah dari tinggi karung dan ikat dengan tali rafia. Usahakan ikatan erat agar tidak ada udara yang masuk.

Note:
Percobaan 1
·         Kotoran hewan 15 kg
·         Bekatul 3 kg
Percobaan 2
·         Kotoran hewan 10 kg
·         Bekatul 2 kg
Percobaan 3
·         Kotoran hewan 5 kg
·         Bekatul 1 kg

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
Pupuk yang diberi daun dengan jumlah yang seimbang dengan kotoran hewan menghasilkan tanaman yang pengomposannya lebih cepat. Percobaan 2 dalam waktu 15 hari pupuk kompos sudah bisa digunakan. Dengan tanda-tanda warna pupuk hitam, sudah tidak berbau, dan bentuknya menyerupai tanah.

4.2 Analisis Hasil Penelitian
Dari penelitian yang sudah dilakukan ternyata percobaan ke dua dengan jumlah daun yang seimbang dengan jumlah kotoran sapi menunjukkan proses pengomposan yang lebih cepat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah:
1.      Ukuran bahan
2.      Rasio C/N
3.      Kelembaban dan Aerasi
4.      Temperature pengomposan
5.      Derajat keasaman (pH) Pengomposan
6.      Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan

4.3 Pembahasan
4.3.1 Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Proses Pengomposan Sampah
Dalam pembuatan kompos ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses pengomposan sampah diantaranya:
1.      Ukuran bahan
Proses pengomposan akan lebih baik dan cepat bila bahan mentahnya memiliki ukuran yang lebih kecil. Karen aitu, bahan yang ukurannya besar perlu dicacah atau digiling terlebih dulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil.bahan yang lebih kecil akan mudah didekomposisi karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas mikroorganisme perombak. Namun, ukurannya bahan tersebut jangan terlalu kecil. Ukuran bahan mentah yang terlalu kecil akan menyebabkan rongga udara berkurang sehingga timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan oksigen kedalam timbunan akan semakin berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang mikroorganisme yang ada didalamnya tidak bisa bekerja secara optimal.


2.      Rasio C/N
Rasio C/N merupakan factor paling penting dalam proses pengomposan. Hal ini disebabkan proses pengomposan terantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel. Besarnya nilai C/N tergantung dari jenis sampah. Proses pengomposan yang baik akan menghasilkan rsio C/N yang ideal sebesar 20 – 40, tetapi rasio paling baik adalah 30.
Jika rasio C/n tinggi, aktivitas mikroorganisme akan berkurang. Selain itu diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan bermutu rendah.
Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30) kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang memlaui volatisasi sebagai ammonia atau terdenitrifikasi.
3.      Kelembaban dan Aerasi
Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan melakukan aktivitas metabolisme diluar sel tubuhnya. Sementara itu reaksi biokimia yang terjadi dalam selaput airtersebut membutuhkan oksigen dan air. Karena itu dekomposisi bahan organic sangat tergantung dari kelembaban lingkungan dan oksigen yang diperoleh dari rongga udara yang terdapat diabtara partikel bahan yang dikomposkan. Dekomposisi secara aerobic dapat terjadi pada kelembaban 30 -100% dengan pengadukan yang cukup.
Secara umum, kelembaban yang baik untuk berlangsungnya proses dekomposisi secara aerobic adalah 50 -60 % dengan tingkat terbaik 50 %. Namun sebenarnya kelembaban yang baik pada pengomposan tergantung dari jenis bahan organic yang digunakan dalam campuran bahan kompos.
Kisaran kelembaban kompos yang baik harus dipertahankan karena jika tumpukan bahan terlalu lembab, proses pengomposan akan terjadi lebih lambat. kelebihan kandungan air akan menutupi rongga udara dalam tumpukan bahan kompos sehingga kadar oksigen yang ada didalam tumpukan bahan kompos akan berkurang (kadar oksigen yang baik 10 – 80% namun jika tumpukan terlalu kering proses proses pengoposan akan terganggu karena mikroorganisme perombak sangat membutuhkan air sebagai tempat hidupnya. Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan memerlukan oksigen. Bahan organic yang ditimbun akan mengalami dekomposisi dengan cepat jika berada dalam keadaan aerob. Aerasi yang tidak seimbang akan menyebabkan bau busuk dari gas yang banyak mengandung belerang.

4.      Temperature pengomposan
Proses pengomposan akan berjalan dengan baik jika bahan berada dalam temperature yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak. Tempertur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35-55 derajat Celsius. Namun setiap kelompok mikroorganisme memiliki temperature optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis microorganisme yang terlibat.
Pada pengomposan secara aerobic akan terjadi kenaikan temperature yang cukup cepat selama 3 -5 hari pertama dan temperature tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan microorganisme.pada kisaran temperature ini mikroorganisme dapat tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan temperature yang kurang dari 55 derajat selsius.selain itu pada temperature tersebut enzim yang dihasilkan juga paling efektif mengurai bahan organic. Penurunan rasio C/N juga dapat berjalan dengan sempurna.
Temperature yang tinggi berperan untuk membunuh mikroorganisme pathogen (bibit penyakit) menetralisir bibit Mycobacterium tuberculosis biasa nya akan rusak pada hari ke 14 pada suhu 65 derajat Celsius. Virus volio akan mati jika berada pada temperature 54 derajar selsius selama 30 menit. Salmonella akan menjadi tidak aktif jika berada pada temperature 60 derajat Celsius pada waktu 60 menit. Ascaris lumbricoides, cacing beracun yang ditemukan pada saluran pencernaan babi akan terbunuh pada temperature 60 derajat selsius dalam waktu 60 meit proetein microorganisme yang mati ini akan digumpalkan. Karena itu keadaan tetemperatur yang tinggi perlu dipertahankan minimum 15 hari berturut turut. Untuk mempertahankan temperature pengomposan perlu diperhatikan ketinggian tumpukan bahan mentah.
Ketinggian tumpukan yang baik adalah 1 – 1,2 dan tinggi maximum adalah 1,5 – 1,8 m. tumpukan bahan yang terlalu rendah akan membuat bahan lebih cepat kehilangan panas sehingga temperature yang tinggi tidak akan tercapai. Selain itu,microorganisme pathogen tidak akan mati dan proses dekomposisi oleh mikroorganisme termofilik tidak akan tercapai. Jika timbunan yang dibuat terlalu tinggi akan menyebabkan pemadatan pada bahan dan temperature pengomposan menjadi terlalu tinggi.
Pengomposan pada bahan yang memiliki rasio C/N tinggi seperti jerami padi atau jerami gandum peningkatan temperature tidak dapat melebihi 52 derajat Celsius. Keadaan ini menunjukkan bahwa peningkatan temperature juga tergantung dari tipe bahan yang digunakan.
5.      Derajat keasaman (pH) Pengomposan
Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0 – 8,0 derajat keasaman bahan pada permulaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0 – 7,0) derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organic menjadi asam organic. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme, dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organic yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral.
Seperti factor lainnya derajat keasaman perlu dikontrol selama proses pengomposan berlangsung. Jika derajat keasaman terlalu tinggi atau terlalu basa konsumsi oksigen akan semakin naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagilingkungan. Derajat keasaman yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan unsure nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi ammonia (NH3) sebaliknya dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah) akan menyebabkan sebagian mikroorganisme mati.
Derajat keasaman yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen. Jika derajat keasaman terlalu rendah bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur dan abu dapur kedalam bahan kompos.
6.      Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan
Mikroorganisme merupakan factor terpenting dalam proses pengomposan karena mikroorganisme ini yang merombak bahan organic menjadi kompos. Beberapa ratus spesies mikroorganisme,terutama bakteri,jamur dan actinoycetes berperan dalam proses dekomposisi bahan organic. Sebagian besar dari mikroorganisme yang melakukan dekomposisi berasal dari bahan organic yang digunakan dan sebagian lagi berasal dari tanah.pengomposan akan berlangsung lama jika jumlah mikroorganisme pada awalnya sedikit. Populasi mikroorganisme selama berlangsungnya perombakan bahan organic akan terus berubah. Mikroorganisme ini dapat diperbanyak dengan menambahkan starter atau activator.
Pada proses pengomposan dikenal adanya inokulan (starter atau activator) yaitu bahan yang terdiri dari enzim, asam humat bahan dan mikroorganisme seperti kultur bakteri. Berdasarkan kondisi habitatnya, terutama temperature, mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan terdiri dari 2 golongan, yaitu mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperature rendah (10 – 45 derajat Celsius) mikroorganismetermofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperature tinggi (45 – 65 derajat Celsius) pada temperature tumpukan kompos kurang dari 45 proses pengomposan dibantu oleh mesofilik sedangkan ketika temperature tumpukan berada pada 65 organisme yang berperan adalah termofilik.
Dilihat dari fungsinya mikroorganisme mesofilik berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mepercepat pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat.

4.3.3 Peranan Sampah Dapat Digunakan sebagai Pupuk Kompos Pada         Lingkungan
Pemanfaatan sampah sebagai pupuk kompos  adalah upaya dalam menjaga lingkungan dengan mengurangi jumlah sampah yang ada dan otomatis ini berdampak pada lingkungan. Pembuatan kompos berperan penting dalam mencegah berbagai kerusakan lingkungan yang diakibatkan banyaknya jumlah sampah. Berikut beberapa peranan pemanfaatan sampah sebagai pupuk kompos pada lingkungan :
  1. Mengurangi polusi udara
Banyak masyarakat yang berusaha menguarangi jumlah sampah yang ada dengan melakukan pembakaran. Padahal kegiatan pembakaran tersebut menghasilkan gas polutan yang mencemari udara. Dengan pembuatan kompos yang menggunakan sampah organik yang tidak berguna tentu kita telah memperoleh suatu cara untuk mengatasi permasalahan sampah dan cara itu tidak berbahaya pada lingkungan karena tidak menghasilkan zat pencemar apapun.
  1. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Upaya pemerintah kota di Indonesia untuk mencari tempat pembuangan sampah yang representatif mengalami kesulitan, karena pendekatannya bukan mengolah, melainkan membuang sampah. Pada akhirnya hanya berupaya mencari lahan kosong dan kemudian berpindah lagi jika telah penuh atau dianggap tidak layak Hal tersebut tentu membutuhkan lahan yang banyak hanya untuk tempat penimbunan sampah. Dengan pemanfaatan sampah sebagai pupuk kompos setidaknya telah mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan sampah karena sampah-sampah yang ada sudah dimanfaatkan menjadi pupuk kompos.
  1. Mencegah pemanasan global.
Sampah yang semakin menumpuk dan mengalami pembusukan menghasilkan gas metana yang merupakan gas rumah kaca. Metana (CH4) adalah gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Bisa dibayangkan apabila gas metana meningkat jumlahnya di atmosfer maka suhu bumi meningkat dan perubahan cuaca terjadi. Hal-hal itu adalah akibat dari pemanasan global. Oleh karena itu dengan pembuatan kompos melalui pemanfaatan sampah maka pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah  bisa diatasi dan pemanasan globalpun dapat dicegah.


  1. Menanggulangi lahan kritis atau degradasi lahan
Dengan pupuk kompos maka usaha reklamasi lahan bekas galian tambang yang mengalami degradasi dapat dilakukan. Karena pemberian pupuk kompos sedikit demi sedikit dapat memperbaiki lahan kritis yang ada. Lahan yang tanahnya rusak karena penggunaan bahan kimia seperti pupuk sintesis dan pestisida bisa diatasi dengan pemberian pupuk kompos dan mengembalikan unsur hara yang ada sebelumnya serta memperbaiki strukrur tanah.
  1. Meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman
Pemanfaatan pupuk kompos untuk tanaman dapat meningkatkan kesuburan tanah. Sehingga pertumbuhan tanaman bisa semakin cepat. Pupuk kompos menyediakan bahan organik bagi tanah. Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman.
Selain itu aktivitas mikroba dapat membuat tanaman tahan dengan serangan penyakit. Aktivitas mikroorganisme tanah meningkatkan penyediaan hara bagi tanaman sehingga pertumbuhan tanaman dapat berlangsung cepat.

 
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan kami menyimpulksn bahwa:
  1. Pemanfaatan sampah sebagai pupuk kompos adalah salah satu upaya dalam mengurangi jumlah sampah yang ada di lingkungan.
  2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan sampah adalah ukuran bahan, Rasio C/N, kelembaban dan Aerasi, temperature pengomposan, derajat
  3. Peranan sampah sebagai pupuk kompos pada lingkungan:
    • Mengurangi polusi udara
    • Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
    • Mencegah pemanasan global.
    • Menanggulangi lahan kritis atau degradasi lahan
    • Meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman

5.2 Saran   
Karya tulis yang dibuat tentu masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami menyarankan untuk:
  1. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi laju pengomposan beserta cara mengoptimalkan pembuatan pupuk kompos agar diperoleh hasil yang besar dalam waktu yang cepat.
  2. Melakukan penelitian mengenai pemanfaatan sampah tidak sebatas sampah organik tetapi juga sampah anorganik seperti pendaur ulangan sampah atau teknologi alternatif pembuatan bahan bakar (retrieve energy).

DAFTAR PUSTAKA












 





No comments: